Kamis, 28 April 2016

PENGELOLAAN BANK UMUM KONVENSIONAL



PENGELOLAAN BANK UMUM  KONVENSIONAL

Bank umum adalah lembaga keuangan yang memberikan jasa-jasa keuangan. Bank sebagai financial intermediary mempunyai peran yang penting dalam perekonomian. Pengelolaan bank membutuhkan adanya keterpaduan antara dua kepentingan/tujuan. Bank sebagai lembaga yang mencari keuntungan, juga harus memepertimbangkan masalah keamanan dan likuiditas. Semakin likuid sebuah assets akan semakin kecil yang bisa dihasilkan oleh aset tersebut. Bank harus mempertimbangkan trade off antara likuiditas dan profitabilitasnya.
Dalam pengelolaan bank harus dipertimbangkan jangka waktunya dan juga harus mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Dalam jangka pendek bank bertujuan memelihara likuiditasnya sedangkan tujuan jangka panjang nya adalah mencari keuntungan. Dalam mengelola likuiditas ini bank membedakan antara rekening yang bisa dikendalikan maupun yang tidak bisa dikendalikan. Rekening yang tidak bisa dikendalikan oleh bank meliputi simpanan para nasabah, pinjaman para nasabah dan cek yang akan diuangkan. Rekening ini tidak dapat dikendalikan oleh bank kapan akan dilakukan penarikan dana oleh para nasabah dan berapa banyak nasabah yang akan menabung. Sedangkan rekening yang bisa dikendalikan adalah rekening deposito dan surat berharga jangka pendek. Bank dapat mengatur kapan sebaiknya membeli surat berharga dan berapa banyak.
Pencapaian tujuan bank baik jangka pendek maupun jangka panjang ditentukan oleh beberapa faktor falsafah yang dipakai oleh bank tersebut, biaya minimum, dan faktor lain. Dalam pengelolaan bank falsafah yang dianut ada 2 macam yaitu pola agresif dan pola konservatif. Pola agresif lebih menekankan pada tujuan pencapaian keuntungan, lebih menyukai adanya resiko sedangkan pola konservatif lebih menyukai tidak adanya resiko sehingga likuiditas bank akan aman. Dalam hal ini bank lebih menekankan pada penggunaan dana intern daripada mengandalkan pinjaman dari luar. Pola konservatif lebih mengutamakan keamanan daripada profitabilitasnya.
Bank umum (komersial + syariah): bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberi-kan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

•           Bank Konvensional
1.     Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja
2.     Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang
3.     Sistem bunga:
• Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank
• Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
• Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
• Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
• Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
Dalam prakteknya bank dibagi dalam beberapa jenis. Perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi, serta kepemilikannya.

Dilihat dari segi fungsinya, bank dibedakan berdasarkan luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan serta jangkauan wilayah operasinya.
1. Bank Sentral, merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dunia perbankan dan dunia keuangan disuatu negara. Disetiap negara hanya ada satu bank sentral yang dibantu oleh cabang-cabangnya.
2. Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secdara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Dilihat dari segi kepemilikannya, bank dibedakan dari segi kepemilikkan sahamnya
1. Bank milik negara (pemerintah), merupakan bank yang akte pendirian dan modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah.
2. Bank milik swasta nasional, merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional.
3. Bank milik koperasi, merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hokum koperasi.
4. Bank milik asing, merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing.
5. Bank milik campuran, merupakan bank yang kepemilikannya sahamnya campuran antara pihak asing dan pihak swasta nasional.

Dilihat dari segi kemampuannya melayani masyarakat, bank umum dapat dibagi ke dalam:
1. Bank Devisa, merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara menyeluruh.
2. Bank non Devisa, merupakan bank yang mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksankan transaksi seperti halnya bank devisa.

Dilihat dari segi kegiatannya :
1. Bank Retail
2. Bank Korporasi
3. Bank komersial
4. Bank Pedesaan
5. Bank Pembangunan

Dilihat dari segi caranya menetukan harga, baik harga jual maupun harga beli:
1. Bank berdasarkan prinsip konvensional (Barat)
2. Bank berdasarkan prinsip Syariah (Islam)
Usaha Bank Umum meliputi :
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang
d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya

Kegiatan Bank Konvensional secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :
1.    Menghimpun Dana (Funding)
Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama reke¬ning atau account. Jenis-jenis simpanan yang ada dewasa ini adalah:
a.        Simpanan Giro (Demand Deposit),
b.        Simpanan Tabungan (Saving Deposit),
c.         Simpanan Deposito (Time Deposit),
2.    Menyalurkan Dana (Lending)
Sebelum kredit dikucurkan bank terlebih dulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah dari selisih bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi :
a.      Kredit Investasi,
b.      Kredit Modal Kerja,
c.       Kredit Perdagangan
d.      Kredit Produktif,
e.      Kredit Konsumtif,
f.        Kredit Profesi
3.    Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya (Services)
Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga sim¬panan lebih besar dari bunga kredit).
Semakin lengkap jasa-jasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank maka akan semakin baik. Kelengkapan ini  ditentukan dari permodalan bank serta kesiapan bank dalam menyediakan SDM yang handal. Disamping itu ,juga perlu didukung oleh kecanggihan teknologi yang dimilikinya. Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang ditawarkan meliputi :
a.    Kiriman Uang (Transfer)
b.    Kliring (Clearing)
c.     Inkaso (Collection)
d.    Safe Deposit Box
e.    Bank Card (Kartu kredit)
f.     Bank Notes
g.    Bank Garansi
h.    Bank Draft
i.     Letter of Credit (L/C)
j.     Cek Wisata (Travellers Cheque)
k.     Menerima setoran-setoran.
l.     Melayani pembayaran-pembayaran.
m.   Bermain di dalam pasar modal.

.     FUNGSI BANK
Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.

TUGAS BANK
Tugas Bank sebagai lembaga keuangan adalah mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan.Bank merupakan sektor yang sangat penting dan berpengaruh dalam dunia usaha. Seperti kita ketahui bahwa hingga saat ini masih banyak terdapat kelompok-kelompok masyarakat ekonomi lemah terutama di pedesaan yang memerlukan bantuan kredit untuk modal kerja bagi kegiatan produksinya.
Lembaga perkreditan di Indonesia mempunyai fungsi sebagai alat penggerak bagi kehidupan ekonomi rakyat. Dengan adanya Bank Perkreditan Rakyat, Rakyat Indonesia untuk berusaha meningkatkan taraf hidupnya. Dengan demikian bank merupakan salah satu alat yang menunjang keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi.

PENYALURAN DANA KEGIATAN PENGALOKASIAN DANA
Pengalokasian dana àtau menyalurkan kembali dana yang telah dihimpun kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pinjaman KREDIT (prinsip konvensional), Penggunaan Dana Bank dalam suatu bank pendapatan terbesar adalah pendapatan bunga dari penyaluran kredit. Sehingga hal ini menyebabkan banyak bank berlomba-lomba meningkatkan penyaluran kreditnya dan akhirnya berdampak pada perkembangan modal. Peningkatan modal ini dapat mempertahankan keberadaan bank itu sendiri, tetapi yang dapat mempengaruhi perkembangan modal ini bukan saja dari penyaluran kredit saja tetapi dari beban bank yang dapat berdampak buruk terhadap perkembangan modal.
Pertama bagaimana pengaruh penyaluran kredit terhadap perkembangan modal , kedua Bagaimana pengaruh beban operasional termasuk NPL dari penyaluran kredit terhadap perkembangan modal .dapat diambil kesimpulan bahwa penyaluran kredit dapat mempengaruhi perkembangan modal karena hasil dari penyaluran kredit bank memperoleh pendapatan bunga yang cukup tinggi. Sehingga hal ini dapat meningkatkan laba dan akhirnya modal. Maka dalam hal ini modal dapat terus meningkat dan ada hal lain yang dapat mempengaruhi modal yaitu pihak bank bisa melakukan efisiensi biaya. Kata Kunci : penyaluran kredit, pendapatan, beban, NPL, laba, modal.
Dalam prakteknya, jika bank meningkatkan tingkat suku bunga penyaluran kreditnya dan dalam penyaluran kreditnya tidak efisien bukan tidak mungkin berujung pada kredit macet atau NPL. Tingginya NPL menyebabkan tingginya biaya operasional bank yang kemudian berpotensi menurunkan laba bank hal ini tentu akan berdampak pada berkurangnya kemampuan bank untuk meningkatkan modalnya. Untuk mengantisipasi dampak tersebut bank dalam memberikan kredit mempunyai beberapa aturan ketat yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh calon debitur, dan dalam hal ini bank memakai pelaksanaan prinsip prudential banking yang merupakan strategi yang harus dilakukan bank Dana yang berhasil dihimpun oleh bank justru akan menjadi beban apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha alokasi untuk tujuan-tujuan yang produktif. Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang semuanya murah tapi sebagian besar adlah dana dari deposan yang menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayar imbal jasa berupa bunga.      Berdasarkan kebutuhan itu dan juga untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka menutup biaya-biaya lain serta mendapatkan keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam pertimbangan.
Pertimbangan penggunaan dana Sebelum bank memutuskan untuk memilih suatu bentuk aktiva tertentu dalam pengalokasian dana yang telah berhasil dihimpun, banyak hal yang harus dipertimbangkan. Dalam pertimbangan tersebut terdapat tiga hal utama yang selalu menjadi perhatian bank yaitu risiko,hasil,dan jangka waktu.
1. Risiko dan hasil : Pada dasarnya bank menginginkan bentuk aktiva yang berisiko serendah mungkin namun dapat menghasilkan penerimaan atau rate of return setinggi mungkin.
2. Jangka waktu dan likuiditas : Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank menyangkut berbagai macam jangka waktu pengembaliannya. Di samping itu, bank juga memerlukan barbagai bentuk aktiva disesuaikan dengan keperluan kegiatan usahanya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, bank memilih berbagai macam bentuk aktiva dengan memprtimbangkan jangka waktu aktiva tersebut dapat dijadikan alat likuid. Alternatif penggunaan dana Secara lebih rinci, alokasi dari dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank dapat dalam bentuk-bentuk berikut ini :
 a) Cadangan likuiditas sesuai dengan namanya, aktiva ini terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Sebagai konsekuensinya, risiko dari aktiva ini tergolong rendah dan bank tidak dapat terlalu banyak mengharapkan adanya penerimaan dalam jumlah yang tinggi dari aktiva ini, bahkan kadang-kadang aktiva ini disebut aktiva yang tidak produktif(idle fund). Cadangan likuiditas ini terdiri atas dua kategori,yaitu: 1. Cadangan primer (primary reserves) 2. Cadangan sekunder
b) penyaluran kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu.
c) investasi alokasi dana pada aktiva dengan rate of return yang cukup tinggi selain dapat berupa penyaluran kredit, dapat juga berupa investasi. Investasi dapat berupa penanaman dana dalam surat-surat berharga jangka menengah dan panjang, atau berupa penyertaan langsung pada badan usaha lain. Seperti halnya penyaluran kredit, karena rate of return dari aktiva ini relatif tinggi atau dengan kata lain investasi ini tergolong aktiva produktif, maka aktiva ini juga mengandung risiko yang relatif lebih tinggi juga dibandingkan cadangan primer dan sekunder.
d) aktiva tetap dan inventoris aktiva tetap dan inventoris tergolong sebagai aktiva yang tidak produktif dalam menghasilkan penerimaan dan oleh bank indonesia dipandang sebagai aktiva yang resikonya cukup tinggi. Risiko ini dikaitkan dengan kemungkinan rusak, terbakar, atau hilangnya dari aktiva tetap dan inventaris.

MASALAH PENYALURAN DANA DI BANK KONVENSIONAL
Melihat perkembangan bank yang semakin pesat serta mengingat banyaknya nasabah kredit, maka semua itu dibutuhkan pengawasan yang optimal untuk meminimalkan resiko terjadinya kredit macet. Oleh karena itu tidaklah mudah berbisnis di dunia perbankan, banyak kendala dan resiko-resiko yang harus dihadapi, terutama pada kegiatan penyaluran kredit. Kredit bermasalah tidak dapat dihindari secara mutlak, akan tetapi setiap bank harus tetap berusaha untuk menekan sekecil mungkin resiko-resiko terjadinya kredit bermasalah.
             Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah ada bank, dalam artian bahwa bank muncul karena keberanian untuk berisiko dan bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil risiko. Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan bahkan pada akhirnya mengalami kebangkrutan.
Risiko, khususnya di dalam konteks bisnis (red Bank dan lembaga keuangan), tidaklah selalu mewakili sesuatu hal yang buruk. Kenyataannya Risiko bisa mengandung di dalamnya suatu peluang yang sangat besar bagi mereka yang mampu mengelolanya dengan baik.
Hal itu mungkin yang melatarbelakangi mengapa kalimat “Saya akan ambil Risiko tersebut,” dalam bahasa Inggris lebih banyak dinyatakan dengan, I will take that chance. Secara sederhana J.P Morgan mengartikan risiko sebagai suatu ketidak pastian dari Net Return yang terjadi, atau secara komprehensif risiko merupakan suatu potensi terjadinya peristiwa (event) yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap nilai suatu portofolio aset yang dapat diukur dengan probabilitas tertentu dalam rentang waktu yang diketahui. Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa gampangnya risiko hari ini bisa diterjemahkan sebagai potensi kerugian esok hari, akan tetapi malangnya, risiko tidaklah bisa diukur seperti menghitung pendapatan dan biaya yang harus dikeluarkan bank karena risiko tidaklah bersifat “tangible”. Pengukuran risiko lebih merupakan hal yang konseptual dan merupakan tantangan dalam menerapkan praktik perbankan berbasis risiko. Jadi untuk menilai risiko yang “intangible”, mendefinisikannya dengan benar merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar. Risiko-Risiko Bank. Bank Indonesia melalui PBI 5/8/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, menjelaskan defenisi risiko-risiko yang harus dihadapi Bank dalam aktivitas bisnisnya, walaupun mengadopsi Basel II namun terdapat perbedaan mengenai definisi tersebut.
Adapun jenis risiko yang wajib dikelola bank adalah:
1.      Risiko Kredit
Risiko kredit diartikan sebagai Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya (PBI) atau Risiko kerugian yang berhubungan dengan kemungkinan bahwa suatu Counterparty akan gagal untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya ketika jatuh tempo (Basel II).
2.      Risiko Pasar
Risiko yang muncul yang disebabkan oleh adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar dalam hal ini adalah suku bunga dan nilai tukar serta termasuk perubahan harga option. Risiko pasar antara lain terdapat pada aktivitas fungsional Bank seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana, dan kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan.
3.      Risiko Operasional.
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
Risiko operasional melekat pada setiap aktivitas fungsional Bank, seperti kegiatan perkreditan, treasury dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen dan pengelolaan sumber daya manusia.
4.      Risiko Likuiditas
Risiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu. Risiko likuiditas dikategorikan menjadi:
 a. Risiko Likuiditas Pasar, yaitu risiko yang timbul karena Bank tidak mampu melakukan Offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau gangguan pasar (market disruption) .
b. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.
 5. Risiko Hukum
Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan oleh adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
6.      Risiko Reputasi
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.
7.      Risiko Strategik.
Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
8.      Risiko Kepatuhan
Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Didalam prakteknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait dengan peraturan perundang-undangan seperti risiko kredit terkait dengan ketentuan KPMM, KAP, PPAP, BMPK. Risiko Pasar terkait dengan Posisi Devisa Neto (PDN), risiko strategik terkait dengan ketentuan rencana kerja dan anggaran tahunan (RKAT) Bank dan risiko lainnya yang terkai dengan ketentuan tertentu. Mencermati jenis-jenis risiko dan akibat yang ditimbulkannya bagi Bank, menuntut paradigma baru bagi Bank tentang risiko perbankan. Jika dulu kita hanya mengenal risiko kredit sekarang tidak cukup hanya dengan risiko kredit saja. Jika dulu pemantauan risiko hanyalah merupakan fungsi auditor, sekarang merupakan tanggung jawab Direksi.
Jika dulu risiko hanya sebagai suatu faktor negatif yang harus dikontrol, sekarang risiko diterjemahkan sebagai suatu opportunity bagi bank.

MEMINIMALISIR KREDIT BERMASALAH

Dalam kenyatan bisnis perbankan sehari-hari, kasus kredit bermasalah tidak dapat dihindari secara mutlak, namun setiap bank harus tetap berusaha untuk mencegah terulangnya kasus itu. Setiap karyawan bank yang jabatannya berkaitan dengan kegiatan perkreditan harus menyadari besarnya tanggung jawab untuk menekan sekecil mungkin risiko munculnya kasus kredit bermasalah. Dengan perkataan lain, walaupun kegiatan perkreditan memiliki sasaran untuk mengoptimalkan pendapatan bank, namun juga harus dapat mengendalikan dan meminimalkan risiko terjadinya kasus kredit bermasalah.
Upaya pengendalian dan meminimalkan risiko timbulnya kredit bermasalah dapat dilaksanakan dengan jalan menerapkan asas manajemen kredit yang sehat yang mencerminkan secara tegas penerapan prinsip kehati-hatian.Agar dapat menerapkan asas manajemen kredit yang sehat, Bank harus mempunyai organisasi yang sehat pula. Oleh karena itu, dalam kebijaksanaan penyaluran kredit, wajib dicantumkan hal-hal yang bersangkutan dengan organisasi perkreditan. Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dari dewan komisaris, direksi dan karyawan lain yang berkaitan dengan penyaluran kredit harus dinyatakan dengan tegas dan jelas.        
Agar tidak terjadi kasus kredit bermasalah, bank harus berusaha menghindari kredit yang beresiko tinggi. Sebelum pihak bank menyetujui pengajuan kredit dari calon debitur, terlebih dulu diadakan analisa kredit secara cermat atas data-data usaha perusahaan dan calon debitur.
Terjadinya kredit bermasalah sering diawali dengan munculnya berbagai indikasi dan gejala (red flag). Oleh karena itu sebagai banker harus mampu mengamati dan mendeteksi secara dini terhadap timbulnya kredit bermasalah sehingga dapat mengambil tindakan pencegahan lebih awal (proverentif).Tetapi hal ini lazim dalam dunia perbankan bahwa tak ada satupun bank didunia ini yang tidak memiliki kredit bermasalah.Yang membedakan antara satu dengan bank yang lain adalah prosentase NPL (Non-Performing Loan). Dengan demikian persentase NPL yang paling rendah merupakan target setiap bank yaitu dibawah 5%.
               Beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh bank dalam menekan atau mengurangi seminimal mungkin resiko pemberian kreditnya, adalah:
1.      Penilaian/Analisis terhadap Permohonan Kredit
Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, tentu harus dilakukan penilaian secara seksama oleh pejabat bank. Terlebih lagi untuk pemberian kredit jangka panjang, seperti kredit investasi misalnya. Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin tinggi faktor ketidakpastiannya, sehingga semakin besar pula resiko yang dihadapi bank.
Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C, yang meliputi:
a.       Character
Character atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk membayar kembali kredit yang telah diterimanya. Namun demikian, untuk mengetahui character seseorang itu tidak mudah. Oleh karena itu, penilaian atas character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat mungkin. Informasi dari keluarga dan teman-teman dekat dari debitur, serta informasi dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah sangat penting.
Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur; meneliti daftar riwayat hidupnya, mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari ‘lingkungan’ usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya.
b.      Capacity
Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya. Dengan demikian, capacity berkaitan erat dengan kemampuan calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang dinilai untuk mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian terhadap:
1.      proyeksi arus kas;
2.      proyeksi laporan keuangan;
3.      pusat informasi kredit;
4.      kemampuan manajemen;
5.      kemampuan pemasaran;
6.      kemampuan teknis; dan
7.      kewajiban-kewajiban pada pihak lainnya.
c.       Capital
Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan calon debitur adalah sangat penting bagi bank. Modal yang dimaksudkan disini adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih yang dimiliki perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan total kewajiban (utang). Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu, dan ini tentunya semakin baik dihadapan bank. Mengingat kredit bank hanya merupakan pelengkap atau tambahan bagi pembiayaan kegiatan operasional perusahaan. Posisi modal suatu perusahaan dapat dianalisis dari laporan keuangannya. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang modal perusahaan, maka bank harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama paling tidak tiga tahun periode akuntansi sebelumnya.
d.      Collateral
Collateral (jaminan kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank. Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting, sebagai ‘back up’ atas kredit yang diberikan kepada debitur. Tujuannya adalah agar bank dapat memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur, apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya atau pun ingkar janji (wan prestasi). Atas jaminan yang diberikan oleh debitur, maka perlu diperhatikan cara pengikatannya sesuai dengan hukum yang berlaku, untuk menghindari sengketa yang kemungkinan muncul di kemudian hari.
e.       Conditions
Yang dimaksud conditions disini adalah keadaan perekonomian secara umum dimana perusahaan tersebut beroperasi. Kondisi perekonomian sangat menentukan keberhasilan maupun kegagalan suatu perusahaan. Oleh karena itu, bank atau dalam hal ini analis kredit, harus mempertimbangkan keadaan perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama jangka waktu kredit yang diberikan.
f.       Constraint
Dalam pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui dan mempertimbangkan hambatan (constraint) yang mungkin muncul di lapangan. Bank perlu mengetahui tanggapan masyarakat setempat terhadap rencana investasi yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja masyarakat setempat menolak rencana investasi tersebut. Sebagai contoh seorang debitur mengajukan kredit untuk membangun sebuah peternakan babi misalnya. Nah, pihak bank perlu mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat setempat, apakah menerima atau menolak kehadiran peternakan tersebut.
2.      Pemantauan Penggunaan Kredit
Setelah bank memutuskan untuk memberikan kredit kepada debiturnya, bukan berarti bahwa tugas bank sebagai perantara keuangan selesai sampai di situ, melainkan itulah awal mula tugas bank yang sesungguhnya dalam penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau kredit yang telah disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan kreditnya sesuai dengan permohonan semula, atau digunakan untuk keperluan lain? Bagaimana perkembangan dan prospek usaha debitur? Bagaimana keadaan perekonomian nasional secara keseluruhan, kondusif atau tidak bagi perkembangan usaha debitur? Dan pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan dengan prospek kredit yang telah disalurkan oleh bank. Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab, dalam rangka mengantisipasi kemungkinan tersendat atau macetnya kredit yang telah disalurkan bank.
3.      Jaminan Kredit
Jaminan kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah mutlak sifatnya, tetapi perlu, guna mengantisipasi kemungkinan tidak tertagihnya kredit yang disalurkan bank. Di samping status dan kondisi jaminan, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh bank adalah dalam cara pengikatannya. Pengikatan jaminan kredit ini harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan dengan eksekusi jaminan, apabila kelak debitur ingkar janji (wan prestasi) atau tidak mampu melunasi kreditnya.

 CARA PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH
Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal 222-223)
a.     Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas.
b.    Reconditioning (Persyaratan Ulang)
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi ‘equity’ perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
c.     Restructuring (Penataan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut:
Penambahan dana bank, atau Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan.
d.    Liquidation (Liquidasi)
Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelelangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar